Masyarakat di Indonesia umumnya hanya mengenal tebu dan nira
kelapa/aren/siwalan sebagai tanaman penghasil gula, padahal ada tanaman
lain yang dimanfaatkan sebagai pemanis yakni Stevia.
Stevia memang lebih populer di wilayah asalnya, Amerika
Selatan, dan juga di Asia Timur seperti Jepang, China dan Korea Selatan.
Di Paraguay, suku Indian Guarani telah menggunakan stevia sebagai pemanis sejak ratusan tahun lalu.
Ada sekitar 200 jenis stevia di Amerika Selatan, tetapi hanya Stevia rebaudiana yang digunakan sebagai pemanis. Tahun 70-an, stevia telah banyak digunakan secara luas sebagai pengganti gula. Di Jepang, 5,6% gula yang dipasarkan adalahstevia atau yang dikenal dengan nama sutebia. Stevia digunakan sebagai pengganti pemanis buatan seperti aspartam dan sakarin.
Stevia memiliki beberapa keunggulan antara lain tingkat
kemanisannya yang mencapai 200-300 kali kemanisan tebu serta rendah
kalori sehingga aman dikonsumsi oleh penderita diabetes dan obesitas.
Selain itu, stevia juga bersifat non-karsinogenik. Zat pemanis dalam
stevia yaitu steviosida dan rebaudiosida tidak dapat difermentasikan
oleh bakteri di dalam mulut menjadi asam. Asam ini yang apabila menempel
pada email gigi dapat menyebabkan gigi berlubang. Oleh karena itu,
stevia tidak menyebabkan gangguan pada gigi.
Stevia adalah tanaman perdu yang tumbuh pada tempat dengan ketinggian
500-1000 m di atas permukaan laut, di dataran rendah stevia akan cepat
berbunga dan mudah mati apabila sering dipanen. Suhu yang cocok berkisar
antara 14-270C dan cukup mendapat sinar matahari sepanjang hari.
Terdapat beberapa cara untuk memperbanyak stevia, yaitu dengan
mengecambahkan biji stevia, stek batang, pemisahan rumpun ataupun dengan
kultur jaringan.
Bagian tanaman stevia yang digunakan sebagai pemanis adalah daunnya. Daun stevia dapat langsung digunakan sebagai pemanis. Cara untuk memanfaatkannya yaitu dengan dikeringkan. Proses pengeringan tidak memerlukan panas yang tinggi. Untuk skala rumah tangga, cukup dengan mengeringkannya di bawah sinar matahari selama kurang lebih 12 jam, mengeringkannya lebih dari itu akan menurunkan kadar steviosidanya. Atau dengan mengeringkan daun stevia di dalam microwave selama 2 menit, kemudian diserbukkan. Serbuk ini dapat langsung dikonsumsi sebagai pemanis makanan. Pemanis stevia juga dapat dikonsumsi dalam bentuk cair, yakni dengan merendamnya selama 24 jam kemudian disimpan di dalam kulkas. Perbandingan air dengan stevianya 1 : 4.
Yang harus tetap diperhatikan adalah faktor keamanannya. Jangan
menggunakan stevia secara langsung apabila daun terpapar pestisida atau
bahan kimia lain yang berbahaya bagi kesehatan.
Stevia atau Stevia rebaudianaBertoni merupakan tanaman dari famili Asteraceae (Compositae)
yang berasal dari Paraguay. Tanaman ini berbentuk perdu dengan tinggi
60 – 90 cm, bercabang banyak, berdaun tebal dan berbentuk lonjong
memanjang, batang kecil ramping dan berbulu, mempunyai sistem perakaran
halus yang berada dekat dengan permukaan tanah dan perakaran tebal,
rapat dan kasar tumbuh menembus ke dalam tanah.
Beberapa hasil studi menyatakan bahwa tingkat kemanisan gula stevia
lebih tinggi 300 kali daripada gula tebu, bersifat tidak karsinogenik
dan rendah kalori, sehingga cocok untuk penderita diabetes melitus dan
obesitas. Keunggulan tingkat kemanisan gula stevia tersebut berasal dari
senyawa kimia penyusunnya dan komposisi kandungan penyusun terbesar
adalah steviosida danrebaudiosida-A.
Stevia mendapatkan sertifikat GRAS (Generally Recognized as Safe – “tidak keberatan”) dari Badan POM Amerika Serikat (Food and Drug Administration -
FDA) pada Desember 2008 untuk digunakan sebagai pemanis alami nol
kalori untuk produk makanan dan minuman. Dengan adanya hal tersebut akan
lebih memperluas pasar ekspor bagi para negara produsen stevia, seperti
negara-negara di Amerika Selatan, Jepang, Cina dan Korea Selatan serta
negara-negara lain di Asia.
Di Indonesia sendiri, penelitian untuk kemungkinan
pengembangan stevia di Indonesia dilakukan sejak tahun 1984 oleh BPP
(sekarang Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia) dan
menghasilkan antara lain bibit unggul klon BPP 72. Daun Stevia klon BPP
72 mempunyai kandungan steviosida 10-12 % dan rebaudiosida 2-3 % (Suara
Media, 2010). Identifikasi klon unggul stevia didasarkan pada beberapa
kriteria antara lain produksi daun yang tinggi yaitu 3 – 5 ton/ha,
pembungaan yang lambat, pertumbuhan yang baik, dan kandungan pemanis
yang tinggi yaitu antara 11,5 – 16,7 % (Rukmana, 2003).
Pertumbuhan dan perkembangan tanaman stevia dipengaruhi olehpanjang hari dan stevia termasuk longday plant, oleh sebab itu tanaman ini akan cepat berbunga dan berbuah jika mendapatkan panjang hari < 12 jam. Dalam kondisi hari pendek (optimum
12 jam), tanaman mulai berbunga pada umur 60 hari setelah tanam.
Tanaman keprasan (ratoon) akan berbunga 40 hari setelah dikepras. Dengan
demikian periode pertumbuhan vegetatif tanaman keprasan lebih singkat
20 hari daripada tanaman semaian. Hari panjang mengakibatkan
pertambahan ruas, luas daun, bobot kering daun, dan meningkatkan
kandungan gula mudah larut, protein, dan steviosida.
Di Indonesia, stevia ditanam pada ketinggian 700 – 1.500 m dpl dengan
suhu lingkungan 20°C – 24°C. Curah hujan setahun rata-rata 1.400 mm
dengan 2-3 bulan kering. Stevia tumbuh baik pada tanah podsol, latosol, dan andosol.
Tanaman stevia menghendaki kelembapan tanah cukup tinggi dan memiliki
toleransi tinggi terhadap tanah basah. Di daerah tropis, tanaman ini
dapat ditanam sepanjang tahun. Sehingga jumlah gula stevia setahun akan
dapat mengungguli gula stevia dari daerah-daerah sub-tropis yang hanya
ditanam sekali setahun.
Perbanyakan benih stevia dapat dilakukan dengan biji, stek
pucuk/batang, atau dengan kultur jaringan. Biji tanaman stevia berbentuk
jarum dan berwarna putih kotor. Perbanyakan menggunakan biji jarang
dilakukan karena tingkat keberhasilannya sangat rendah dan pertanaman
tidak seragam. Stevia yang pernah ditanam di Indonesia berasal dari
Jepang, Korea dan China. Bahan tanaman tersebut berasal dari biji
sehingga pertumbuhan tanaman stevia di lapang sangat beragam.
Perbanyakan stevia dengan stek dapat berupa stek pucuk maupun stek
batang. Yang perlu diperhatikan untuk bahan indukan stek adalah dipilih
tanaman yang masih muda dan sudah berkayu. Stek batang diambil dari
bagian tengah cabang primer sedangkan stek pucuk diambil dari bagian
ujung tanaman. Untuk meningkatkan jumlah tunas lateral dan jumlah daun
lebih baik menggunakan stek batang. Teknik perbanyakan dengan stek
batang dilakukan dengan cara pemasangan sungkup plastik kedap udara,
sehingga suhu dalam sungkup dan kelembapan udara mendekati 100%. Dengan
suhu dan kelembapan yang tinggi dapat memacu pertumbuhan akar. Setelah
berumur 3 – 4 minggu, stek dapat ditransplanting ke lapang (Sudiatso,
1999).
Perbanyakan stevia menggunakan teknik kultur jaringan belum banyak
literatur atau hasil yang dipublikasikan, namun secara umum perbanyakan
dengan teknik ini diperoleh tanaman yang sifatnya seragam dan jumlah
tanaman yang banyak dalam waktu yang relatif singkat serta tanaman bebas
dari hama dan penyakit.
Perkembangan stevia di Indonseia masih sangat terbatas. Dengan
potensi yang besar sebagai bahan pemanis alami, stevia layak dijadikan
sebagai komoditas unggulan dalam pengembangan agribisnis dan
agroindustri.
Masruru Kholida
PBT Ahli Pertama - Ditjen Perkebunan
No comments:
Post a Comment